Kornas TRC PPA : Minimnya Saksi Akibatkan Banyaknya Kasus Kekerasan Seksual Tak Tuntas - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
HukumKriminalRegional

Kornas TRC PPA : Minimnya Saksi Akibatkan Banyaknya Kasus Kekerasan Seksual Tak Tuntas

×

Kornas TRC PPA : Minimnya Saksi Akibatkan Banyaknya Kasus Kekerasan Seksual Tak Tuntas

Sebarkan artikel ini
IMG 20210122 165832
Kornas TRC PPA, Claudya Lumowa/Bunda Naumi

SURABAYA, Rabu (20/1/2021) suaraindonesia-news.com – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak kerap kali tak tuntas. Bahkan, tak sedikit perkara yang penanganannya seolah mangkrak di tengah jalan.

Seperti yang disampaikan Jeny Claudya Lumowa sosok perempuan yang intens memperjuangkan hak hak perempuan, sejak kiprahnya 2015 lalu sebagai Koordinator Nasional (Kornas) Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), bahwa masih banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terhenti di tengah jalan.

“Alasan yang sering di dengar dari oknum penyidik, yakni minimnya alat bukti dan saksi, sehingga kasusnya tak dapat di lanjutkan. Parahnya lagi, ada beberapa kasus berhenti tanpa alasan yang jelas,” ungkap Kornas TRC PPA itu.

Tanpa di sadari, kata dia, hal itu patut diduga turut memicu masih tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Baca Juga :  Sahrony Diundang 14 Wakil Ketua DPD KNPI untuk Rekonsiliasi

“Selama ini kita pegiat sosial sudah bekerja sungguh sungguh, preventif dan edukatif juga kita lakukan tanpa mengenal lelah, mendampingi korban tanpa pamrih, namun yang terjadi kasusnya berjalan di tempat, dengan alasan minimnya bukti dan saksi,” tututrnya.

Sementara kita tau, lanjut aktivis yang akrab dipanggil Bunda Naumi itu, bahwa pelaku saat melakukan aksinya yang pasti menunggu sepi orang agar tidak ada yang mengetahui aksi bejadnya.

“Lalu bagaimana mungkin terhadap kasus yang demikian harus di kuatkan keterangan saksi,” ujarnya.

Bahkan kata Bunda Naumi, ada kalanya oknum penyidik menerapkan pasal penjerat bagi pelaku. Ironisnya, ada pula penghentian proses penyelidikan atau penyidikan karena pihak korban mencabut berkas laporan.

Menurut Bunda Naumi, pencabutan laporan oleh korban kekerasan seksual merupakan bentuk minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum. Tidak hanya itu, para korban kekerasan seksual juga terkadang enggan melaporkan peristiwa yang dialami secara cermat kepada pihak Polisi.

Baca Juga :  Dampingi Anggota DPR, Dedie Rachim Sampaikan Kondisi Pemakaman Khusus Covid-19

“Kami melihat selain enggan karena adanya beberapa kasus serupa tak tuntas proses hukumnya, ada juga semacam ketakutan di masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual ke ranah hukum,” terangnya.

Lanjut Bunda Naumi, sebagian masyarakat masih menganggap proses hukum merupakan hal yang ribet dan menghabiskan banyak uang.

“Belum lagi karena adanya tekanan dari pihak pelaku. Hal ini kerap membuat korban dan keluarganya ketakutan, sehingga berujung pada pencabutan laporan,” beber Bunda Naumi.

“Semoga setelah di lantiknya Bpk. Kapolri yang baru, Komjen Listyo Sigit Prabowo dengan mengusung tema POLRI PRESISI “Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi akan mampu menjadikan hukum sebagai panglima, hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” tegas Bunda.(Red)