SURABAYA, Rabu (30/9/2020) suaraindonesia-news.com – Sore menjelang petang Senin (28/09) skitar pukul 17.15 wib, Srie Mulyanti Hartini biasa di panggil Yanti (52) wanita paruh baya dengan berlinangan air mata mengadukan nasibnya ke Jeny Claudya Lumowa, Kornas TRC PPA (Koordinator Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak) Indonesia.
Yanti menjelaskan, dia bekerja sebagai guru TK selama 22 tahun mengabdi sebagai Guru Tetap Yayasan (GTY), namun diduga tanpa ada sebab yang jelas dia dipecat setelah Mediasi didisnaker Kabupaten Kediri tidak tercapai kesepakatan bersama, Mediator mengeluarkan anjuran, para pihak yang tidak menerima anjuran dapat mendaftarkan perselisihannya di Pengadilan HI di Surabaya dan kini masih dalam persidangan.
Perjuangan Yanti ibu dua anak ini, tidak sampai disini, demi mengembalikan hak nya sebagai Kepala TK dan tenaga pengajar yang bekerja selama 22 tahun akhirnya yanti menyerahkan kasusnya ke Bunda Naumi Kornas TRC PPA untuk memperjuangkan Haknya.
Yanti mengungkapkan diduga pemecatannya ada keterkaitan dengan duga’an pemalsuan 28 data warga Desa Jambean yang digunakan orang lain bukan pemilik data asli.
Ada apa dibalik PHK yang dijatuhkan kepada Ibu Yanti….?
Bunda Naumi sapaan akrab Jeny Claudya Lumowa mengatakan, jangan mengambil kesimpulan sendiri, tetap azas praduga tak bersalah.
“Kalau emang pemecatan Yanti berkaitan dengan dugaan pemalsuan data 28 warga, biarlah penegak hukum yang bekerja dengan sebaik mungkin, saya yakin Polri profesional dalam bekerja,” terang Bunda Naumi.
Dari hasil Tim investigasi TRC PPA dilapangan diduga ada pihak yang tidak bertanggung jawab (provokator) menunggangi kasus seperti ini.
“Kasihan mereka orang susah, biarkan mereka mengambil langkah sendiri tanpa dipusingkan dengan masalah hukum, Yanti sebenarnya juga termasuk korban dari provokasi dari provokator tersebut,” ujar Naumi.
Bunda Naumi berharap Polri bisa selektif, dan obyektif kalau ada pihak yang menghasut warga agar diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Ingat, Pasal 160 KUHP berbunyi: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahum atau denda paling banyak empat ribu lima ratus,” ungkap Bunda Naumi.
Aktivis asli Surabaya ini berjanji, akan tetap memonitor kasus pemecatan ini, akan tetap mengupayakan hak hak Yanti.
Sementara kepala Desa Jambean menjelaskan, bahwa pemecatan Yanti tidak ada hubungannya dengan masalah data warga.
“Data warga itu kasus lama, dan sudah ditangani Polres kediri, itu murni keputusan ketua yayasan, yayasan punya ketua sendiri, yang mengambil keputusan ya ketua yayasan tersebut,” ungkapnya. Dalam pertemuan Senin (28/09).(red).