Reporter: Irl
BANYUWANGI, Sabtu (20/5/2017) suaraindonesia-news.com – Proses jual beli tanah yang disaksikan dan dibuatkan perjanjian jual beli dari Desa ternyata belum bisa dan tidak cukup kuat untuk proses pembuatan sertifikat tanah.
Seperti halnya yang dialami ibu Badriya selaku pembeli, warga Dusun Karut, Desa Wongsorejo Kec.Wongsorejo, Banyuwangi, yang pernah membuat perjanjian jual beli tanah pada 2014 hanya sebatas di Desa saja.
Akhirnya sampai sekarang ibu Badriya tidak bisa mendapat hak sepenuhnya karna dipersulit oleh ibu Suniyatin selaku penjual yang tidak mau memberi kelengkapan berkas dan tanda tangan untuk proses pembuatan akta jual beli ke PPAT.
Selanjutnya pihak pembeli menempuh jalur hukum dengan membawa kasus ini ke polsek Wongsorejo untuk dilaporkan, namun sayangnya ditolak juga dengan alasan kasus tersebut persoalan perdata danĀ bukan bidangnya.
Menurut kanitreskrim polsek Wongsorejo Siswanto, saat dikonfirmasi dikantornya menjelaskan bahwa pihaknya bukan menolak menolak laporan akan tetapi karena persoalan petok sudah diterima pembeli dan tanah juga sudah dikuasai.
“Trus apanya yang pidana, jadi ini jelas ranah perdata dan bukan bidang kami,” terangnya.
Akhirnya korban selaku pembeli membawa kasus ini kepolres Banyuwangi, namun terjadi hal yang sama juga seperti yang terjadi dipolsek Wongsorejo (Ditolak, re) dengan alasan yang sama.
Sementara pemantau dan pengamat hukum Eko Wijiyono ketua Gerakan Aktivis Indonesia Bersatu (GAIB) Banyuwangi menilai bahwa dalam kasus ini ada indikasi kearah pidana karna pelaku selaku penjual tidak memenuhi tanggung jawab secara administratif untuk melengkapi berkas dan juga tanda tangan padahal sudah dibayar lunas pembelian tersebut pada tahun 2014.
“Ini jelas mengarah ke unsur penipuan dan bahkan ada kata-kata meminta uang lagi sejumlah 50 juta, ini jelas mengarah ke pemerasan tapi kami kembalikan ke pihak yang berwenang,” ungkapnya.
Sampai berita ini dipublikasikan korban selaku pembeli masih merasa kebingungan kemana ia akan meminta keadilan.