ACEH TIMUR, Kamis (22/04/2021) suaraindonesia-news.com – Berita tentang bebasnya beroperasinya kapal pukat harimau diperairan Aceh Timur sempat menghebohkan semua pihak, apalagi keberadaan kapal trawl bukan hanya datang dari luar daerah seperti kapal trawl dari Belawan Medan, Kapal trawl milik nelayan asing, akan tetapi keberadaan kapal trawl juga terdapat di Aceh Timur termasuk tempat produksi dan kepemilikan toke-toke besar yang berdomisili di Kabupaten Aceh Timur.
Tak tanggung-tanggung di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Idi Rayeuk diduga terdapat 11 kapal trawl sebagai mana dilansir sebuah media portal beberapa minggu lalu. Bahkan satu kapal trawl asal Idi ditangkap di Banda Aceh. Keberadaan kapal pukat harimau di perairan Aceh Timur sempat terjadi tudingan terhadap Post Syahbandar sebagai instansi yang telah mengeluarkan izin oprasional pelayaran.
Tudingan tersebut dibantah langsung oleh Kepala Kantor Pos Syahbandar Zul Bahri, bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin operasional pelayaran, tapi yang dikeluarkan hanya surat keterangan yang menerangkan bahwa kapal pukat harimau tersebut milik warga Aceh Timur.
“Kita tidak pernah mengeluarkan izin operasional pelayaran, karena kita tau kapal tersebut tidak di izinkan untuk beroperasi, yang kita keluarkan hanya surat keterangan bahwa kapal pukat harimau tersebut adalah milik warga Aceh Timur,” Jelas Zul Bahri waktu itu (02/04).
Lebih parah lagi adanya tudingan miring tentang adanya “setoran rutin” kepada pihak tertentu. Sehingga kapal pukat harimau tersebut berjalan mulus tanpa ada hambatan dan penindakan.
Sementara Kepala UPTD PPN Idi Ermansyah saat di konfirmasi media ini (03/04) mengaku tidak mengetahui tentang keberadaan Kapal Trawl di kawasan PPN Idi, karena kapal pukat harimau tersebut tidak terdaftar di instansinya, yang terdaftar di instansinya adalah kapal yang punya dokumen kepemilikan.
“Saya tidak mengetahui tentang keberadaan kapal trawl yang diberitakan tersebut. Yang kita ketahui hanya yang terdaftar di UPTD PPN adalah kapal yang mempunyai dokumen kepemilikan yang sah,” terang Ermansyah.
“Sedangkan Kapal Pukat harimau sampai saat ini masih dilarang oleh Pemerintah Pusat khususnya Kementrian DKP,” ujar Ermansyah.
Kehadiran Kapal Pukat harimau di perairan Aceh Timur bukan hanya meresahkan para nelayan kecil yang mencari ikan diradius 5 mil lepas pantai, banyak jaring nelayan kecil dan tuwah tempat rumah ikan yang di buat oleh para nelayan hilang dan tersangkut jaring trawl.
Selain keresahan nelayan kecil, karena mengalami kerugian alat tangkapan mereka dan rumah ikan yang hilang tertarik jaring pukat harimau, dan makin sempit lahan pencarian ikan karena habis dikuras oleh jaring pukat harimau.
Bebasnya beroperasi kapal pukat harimau tanpa ada pencegahan dan penindakan tegas dari pihak berwenang akan mengancam ekosistem laut di perairan Aceh Timur. Biota laut akan punah terutama terhadap keberdaan terumbu karang, jika terumbu karang sudah hilang dan laut tandus maka habitat ikan akan migrasi ke daerah lain yang kondisi bawah laut masih lestari.
Alat tangkap cangih pukat harimau bisa menyababkan kepunahan keanekaragaman hayati seperti zooplankton, biota laut karena merusak ekosistem kehidupan laut. Dan dikhawatirkan terjadinya kelangkaan ikan dan di masa yang akan datang populasi ikan di perairan Aceh Timur akan berkurang. Padahal hasil kelautan merupakan salah satu Sumber Daya Alam(SDA) yang menjadi tulang punggung ekonomi nelayan.
Sementara Rafi, menurut informasi yang bersangkutan merupakan salah seorang pengurus Kapal trawl dikawasan PPN Idi, Namun setelah beberapa kali menghubunginya mengatakan sedang ada kesibukan, terakhir meminta media ini untuk menghubungi langsung Toke Kapal Pukat Harimau.
“Bang coba dihubungi toke langsung, karena saya sedang banyak kesibukan, ini saya kirim no handphone nya,” ujar Rafi.
Setelah dihubungi beberapa kali, namun telpon nya tidak diangkatnya.
Reporter : Masri
Editor : Redaksi
Publisher : Syaiful