KOTA BATU, Selasa (31 Oktober 2017) suaraindonesia-news.com – Malang Corruption Watch ( MCW) menduga perusahaan industry wisata Jatim Park Group telah mengemplang pajak sebesar Rp 24,5 miliar, terhitung sejak tahun 2009 hingga 2014.
Koordinator MCW Mayeda mengatakan MCW mencatat sedikitnya ada 10 dugaan kasus korupsi dan 13 proyek pengadaan dari tahun 2016 dan 2017 di kota Batu diantaranya maladministrasi perijinan tempat wisata salah satunya di Jatim Park Group.
“Kami melihat Jatim Park Gorup itu sebagai anak emas kota Batu, buktinya hingga sekarang tunggakan pajak senilai Rp 24,5 miliar belum dibayar sejak tahun 2009 hingga tahun 2014,” kata Mayda.
Menurutnya, Jatim Park Group ini sering kali mendapat keistimewaan seperti pembangunan akses menuju lokasi hingga keringanan pajak dari pemkot Batu.
Lanjut dia, dugaan korupsi piutang pajak hiburan tahun 2012, dengan menerbitkan SK Walikota Batu memberikan keringanan pajak kepada Jatim Park 1.
Baca Juga: TEB Mengutuk Keras Atas Penebangan Pohon di Depan Dino Park
“Perbuatan tersebut menyebabkan potensi kerugian Negara sebesar Rp 2,2 miliar,” ungkapnya.
Selain itu MCW juga menduga pembangunan Predator Fun Park (PFP) juga diduga kuat tidak melalui prosedur berdasarkan aturan yang ada. Sampai pada peresmian oleh Pemkot Batu proses perijinan terkait PFP ternyata belum ada.
“Mereka baru pada tahap mengurus peruntukan tata ruang sebagai dasar perijinan. Diperkuat dengan surat Jawaban dari dari Badan Penanaman Modal, tanggal 25 nopember 2015, saat ini PFP sedang mengurus peruntukan tata ruang sebagai dasar perijinan terkait,” jelasnya.
Berangkat dari persolan itu, MCW meminta kepada DPRD kota Batu berperan aktif melakukan penelusuran dengan membentuk PANSUS terhadap segala masalah yang timbul akibat kebijakan pemerintah berkaitan dengan persoalan tunggakan/pitutang pajak.
Meniyikapi tudingan MCW, Marketing and Public Relations Manager Jatim Park Group, Titik S Ariyanto mengatakan bahwa tudingan itu tidak benar, Jatim Park selalu taat aturan taat hukum. Jatim Park juga selalu membayar pajak tepak waktu.
“Itu tidak benar jika kami dikatakan tidak membanyar pajak atau menunggak pajak, tetapi semua aturan itu harus jelas, ketika tahun 2010 pemkot Batu menerapkan pajak dengan pemotongan 35 % dari perusahaan industry wisata,” Kata titik.
Menurutnya, jika kebijakan Pemkot Batu itu diterapkan perusahaanya cuma mendapat keuntungan skitar 5 %, kebijakan ini oleh perusahaan wisata ramai-ramai melakukan protes, dan kemudian turun menjadi 7,5 %.
“Kemudian BPK turun tangan, ternyata terdapat perbedaan antara pengetahuan dan konsep yang dipotong 35 %, akhirnya Pemkot Batu menerapkan pajak sesuai saran BPK, hingga turun pada 7,5 %. Kami terus terang sama sekali tidak mempunyai etikat menunggak pajak, kami taat hukum.” jelasnya. (Adi Wiyono/Jie)