PATI, Selasa (11/11) suaraindonesia-news.com – Gugatan perkara perdata dengan register Nomor 60/Pdt.Bth/2025/PN.Pti, yang disidangkan di Pengadilan Negeri Pati, Selasa (11/11), memasuki acara pembuktian.
Kuasa Hukum Pelawan, Syamsudirman Chaniago SH, dalam persidangan ini menghadirkan Ahli Hukum Perdata Bidang Perjanjian dan Hukum Pertanahan dari Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang, Dr Umar Ma’ruf, SH Sp.N; M.Hum.Hum.
Dr Umar Ma’ruf di persidangan, menjelaskan ihwal posisi atau kedudukan Akta Jual Beli (AJB) Tanah di hadapan Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
“Hukum pertanahan kita mendasarkan pada hukum adat dan hukum agama. Maka ketika ada perbuatan hukum terkait ihwal hukum pertanahan, maka jual-beli, tukar-menukar, hibah dan sebagainya itu, harus dikonfirmasi atau dicek dulu bagaimana pengaturannya menurut hukum adat”, jelas Dr Umar.
Dalam hukum adat, tambah dia, khusus jual-beli tanah, mempunyai 3 sifat, meliputi
-Tunai atau lunas
-Terang, dilakukan di hadapan tetua adat atau kepala desa
-Riil, pemindahan hak pada saat itu ditanda-tanganinya AJB Tanah.
“Maka, jual-beli tanah menjadi sah dan mengikat, pada saat ditanda- tanganinya Akta Jual Beli Tanah tersebut”, tambahnya.
Adapun persoalan terkait balik nama dan sebagainya, menurut Dr Umar, adalah sebatas persoalan formalitas. Ia menegaskan, tidak bisa kemudian dinyatakan bahwa jual-beli sah, setelah terjadinya balik nama.
Kuasa Hukum Pelawan, Syamsudirman Chaniago, kepada media ini menerangkan, pihaknya selaku pembantah (sebanyak 9 orang), melakukan bantahan terhadap putusan Pengadilan Negeri Pati dan putusan Mahkamah Agung RI, yang memenangkannpihak Terlawan. Karena pada persidangan saat itu dinilainya kurang pihak.
“Tadi kita menghadirkan Ahli Bidang Perjanjian dan Hukum Pertanahan dari Unissula Semarang. Kita dengar keterangannya, bahwa jual-beli itu sah dan mengikat begitu terjadi Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT”, kata Syamsudirman.
Kepemilikan tanah, yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini, yakni tanah yang terletak di Desa Winong Kecamatan Pati (dikenal dengan Pertigaan Yakem), menurutnya, telah sah menjadi hak milik kliennya, yang dibeli sejak Agustus 2024 lalu, dari pemilik sebelumnya, Sujito Suryo, dengan SHM Nomor 181.
Tanah tersebut, sebelumnya diklaim sebagai milik Yayasan Kerjasama Ekonomi Muria (Yakem), dibawah Sinode GITJ. Dengan melakukan gugatan yang hasilnya sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Pati dan putusan Mahkamah Agung RI. Sinode GITJ dalam perkara ini sebagai pihak Terlawan.
Oleh Majelis Hakim, sidang selanjutnya ditunda hingga Rabu, pekan depan.
Reporter : Usman
Editor: Amin
Publisher: Eka Putri













