Pamekasan, Suara Indonesia-News.Com – Bola Liar yang terus menggelinding terkait persoalan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Pamekasan, Madura, Jawa Timur terus mendapat sorotan. Kali ini, Gerakan Mahasiswa Nasional Pamekasan (GMNI) ikut mengecam Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans).
GMNI, melalui Ketua DPC GMNI Pamekasan Hasan Basri menuding Dinsosnakertrans tidak paham tugas pokoknya, yang berada dibawah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
“Dinsosnakertrans itu bukan lembaga Penyidikan, tapi lembaga pengawasan. Jadi, tidak relevan jika dinsosnakertrans menunggu aduan buruh atau karyawan.” Kata Hasan Basri.
Hasan Menambahkan kalau penguasaha sudah tidak bisa memenuhi kewajiban Internal seperti kesejahteraan Karyawan atau Buruh, maka otomatis kewajiban eksternal yang harus dipenuhi oleh pengusaha di Pamekasan juga perlu dipertanyakan. Seperti halnya, Corporate Social Responsibility (CSR) dan juga kewajiban-kewajiban yang lain.
“Jangan-jangan, Dinsosnakertrans tidak tau tugas pokok yang diembannya? Kok semuanya masih nunggu Bola. Bolanya sudah liar.” Celetuk hasan kepada suaraindonesia-news.com
Ia juga mengatakan, kalau Dinsosnakertrans menganggap Usaha di Pamekasan tidak bisa memenuhi UMR, maka Data Badan Pusat Statistik yang dijadikan acuan penetepan UMK tidak jelas.
“Harus dipertanyakan itu (Data,red). Jangan-jangan, penetapan UMK itu bukan hasil kajian, tapi hasil Komproni dari pengusaha dan dewan pengupahan.” Tambahnya
Hasan menambahkan, Bandingkan saja dengan Kuli bangunan disini. Perhari kurang lebih 65 ribu. Kalau UMK 1.350.000 berarti sehari tak lebih dari 45.000, kan aneh.Imbuhnya.
Bahkan, Hasan menuding jika Dinsosnakertrans Pamekasan tidak menyuguhkan angka yang pasti ke beberapa media tentang jumlah pengusaha yang tidak patuh kepada Peraturan Ketenagakerjaan, dan hanya menggunakan presentasi yang kabur.
“Seharusnya, Dinsosnakertrans melakukan evaluasi terhadap keberadaan dan izin usaha yang ada di Pamekasan,”tuturnya.
Ditegakan Hasan, Perlu diberikan sanksi yang tegas, kalau perlu cabut izin usaha bagi mereka yang masih ‘nakal’ pada aturan. Lanjut mahasiswa Unira ini.
Disinggung sikap GMNI terhadap persoalan itu, Hasan mengungkapkan akan melakukan Proyek pendampingan agar tidak ada penghisapan yang dilakukan oleh pengusaha dan pihak terkait kepada kaum Buruh atau karyawan. Apalagi, menurut hasan, di Pamekasan tidak ada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang khusus untuk karyawan.
“Kalau gak salah, LBH itu kewenangan Disperindag. Dimana fungsinya menampung keluhan dan melakukan pendampingan.”ujarnya.
Dari Temuannya, Hasan juga menambahkan bahwa banyak usaha yang mempekerjakan Karyawan lebih dari 7 Jam/hari, tetapi tidak dihitung kerja lembur. Hal itu juga menjadi persoalan yang seharusnya mendapat perhatian dari Dinsosnakertrans.
“Kalau begitu kan namanya penghisapan kepada karyawan.” Tutupnya dengan senyum khasnya.
Kontributor : Addarori ibnu wardi
Editor : Hasibuddin