SUMENEP, Rabu (11/09) suaraindonesia-news.com – Aliansi aktivis perempuan yang tergabung dari berbagai organisasi masyarakat dan kepemudaan di Kabupaten Sumenep, menggelar audiensi dengan Bupati Sumenep Achmad Fauzi di Pendopo Agung Keraton Sumenep, Madura, Jawa Timur pada Rabu (11/9/2024).
Mereka menyoroti kasus kekerasan terhadap anak yang dinilai semakin mengkhawatirkan dan mendesak pemerintah daerah untuk memberikan perhatian serius terhadap isu ini.
Diketahui para aktivis tersebut berasal dari berbagai organisasi seperti IKA PMII, KPI, LPA, LKP3A Fatayat, dan LKKNU.
Mereka diterima langsung oleh Bupati Fauzi yang didampingi oleh Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Sumenep, Musatangin, beserta jajarannya.
Dalam pertemuan tersebut, aliansi meminta Bupati untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Dinas Pendidikan dan instansi terkait dalam menangani kasus kekerasan anak, khususnya yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Sumenep belakangan ini mencuat di tingkat nasional setelah terungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh ibu kandungnya sendiri, yang menjual anaknya kepada selingkuhannya untuk diperkosa.
Kedua pelaku diketahui berprofesi sebagai guru dan berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN). Kasus ini semakin memperkuat desakan dari masyarakat agar pemerintah daerah segera bertindak.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Fauzi menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak di Sumenep.
Meskipun tidak memberikan banyak tanggapan atas permintaan audiensi, ia memastikan dukungan penuh terhadap langkah-langkah yang bertujuan menghentikan kekerasan anak.
“Saya berkomitmen mendukung upaya penyelesaian semua kasus kekerasan terhadap anak di Sumenep,” ujar Bupati Fauzi singkat.
Dikesempatan yang sama Kepala Dinsos P3A Sumenep Mustangin menyatakan telah berkomunikasi dengan aliansi terkait harapan mereka dan beberapa langkah juga sudah telah dilaksanakan.
Ia mengaku dalam penanganan kasus ini, kami benar-benar memberikan pendampingan secara menyeluruh kepada korban.
“Kami juga melibatkan psikolog untuk mengetahui apakah korban mengalami trauma atau dampak emosional akibat kejadian tersebut, sehingga dapat ditangani dengan lebih detail,” ujarnya saat ditanya oleh sejumlah awak media.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Aktivis Perempuan, Nunung Fitriana, menilai kinerja Dinas Pendidikan dan instansi terkait dalam penanganan kasus kekerasan anak belum optimal. Ia menyoroti penanganan kasus terbaru yang dinilai belum memberikan keadilan maksimal bagi korban.
“Saya melihat masih banyak kekurangan dalam penanganan kasus kekerasan anak. Misalnya, pelaku memiliki penasihat hukum, sementara korban tidak. Ini menjadi perhatian serius dari KPAI pusat,” kata Nunung.
Nunung juga menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan anak di Sumenep masih terbatas pada aspek prosedural tanpa ada upaya serius untuk memberikan keadilan bagi korban.
Ia meminta Bupati untuk menegur instansi terkait, terutama Dinas Pendidikan, agar melakukan evaluasi dan monitoring lebih ketat terhadap kasus-kasus yang terjadi.
“Kami mendesak agar Bupati menggunakan otoritasnya untuk memastikan dinas terkait lebih proaktif dan serius dalam penanganan kasus ini,” tegas Nunung.
Beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan di Sumenep, termasuk kasus pencabulan oleh guru di SD Kebonangung dan perselingkuhan yang melibatkan oknum kepala sekolah, menambah urgensi bagi pemerintah daerah untuk melakukan tindakan preventif dan kuratif.
“Kami berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak di wilayah Sumenep guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang,” tambhnya.