BLORA, Selasa (28/10) suaraindonesia-news.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menegaskan bahwa pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dijalankan dengan pendekatan berbasis kearifan lokal dan berpihak pada masyarakat.
Menurutnya, keberhasilan program nasional tersebut tidak hanya diukur dari terpenuhinya gizi anak-anak sekolah, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat lokal dilibatkan dalam seluruh rantai penyediaannya.
“Pendekatan MBG sebaiknya tidak bersifat top-down. Justru harus melibatkan masyarakat lokal, terutama petani dan peternak, dalam penyediaan bahan baku bagi dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ujar Edy dalam Focus Group Discussion (FGD) lintas sektor membahas implementasi MBG di Kabupaten Blora, Senin (27/10/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan Badan Gizi Nasional (BGN), Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Peternakan, serta sejumlah pemangku kepentingan daerah. Forum tersebut membahas langkah konkret penerapan MBG di tingkat lokal agar berjalan efektif dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Edy menjelaskan bahwa MBG bukan hanya kebijakan pemerintah pusat, tetapi juga merupakan bentuk pelestarian nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, kepedulian, dan semangat berbagi.
“Program ini akan lebih diterima masyarakat jika dikaitkan dengan budaya lokal yang mereka kenal,” ujarnya.
Sebagai contoh, Edy menyoroti nilai-nilai Sedulur Sikep warisan Samin Surosentiko, tokoh asal Blora yang menjunjung tinggi prinsip kesederhanaan, kejujuran, dan solidaritas sosial. Dalam budaya masyarakat Samin, setiap tamu selalu dijamu dengan makanan terbaik sebagai simbol penghormatan dan persaudaraan.
“Semangat memberi makan kepada orang lain sudah ada jauh sebelum ada program pemerintah. Itulah akar budaya yang perlu diangkat dalam MBG,” kata Edy.
Lebih lanjut, Edy menilai Kabupaten Blora memiliki potensi besar menjadi contoh nasional dalam pelaksanaan MBG berbasis masyarakat. Dengan banyaknya komunitas petani dan peternak — termasuk masyarakat Sedulur Sikep — yang mengelola komoditas seperti padi, sapi, lele, melon, dan sayuran, pelibatan mereka dalam penyediaan bahan baku dapur SPPG dinilai akan memperkuat ketahanan pangan lokal serta ekonomi pedesaan.
“Dari 73 dapur SPPG di Blora, potensi perputaran uangnya bisa mencapai sekitar Rp525 miliar per tahun. Jika bahan bakunya dipasok dari petani dan peternak lokal, manfaat ekonomi akan langsung dirasakan masyarakat,” tutur politisi PDI Perjuangan itu.
Edy juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengatur rantai pasok agar produksi pertanian dan peternakan dapat memenuhi kebutuhan tanpa menimbulkan gejolak harga.
“Kalau tidak direncanakan matang, bisa menimbulkan inflasi. Tapi kalau dikelola dengan baik, MBG justru menciptakan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan,” terangnya.
Ia menambahkan, program MBG tidak hanya bertujuan memberikan makanan bergizi kepada anak-anak, tetapi juga menjadi sarana untuk menggerakkan ekonomi rakyat dan memperkuat jati diri bangsa melalui budaya berbagi.
“MBG ini bukan sekadar program Presiden, melainkan cerminan nilai-nilai luhur bangsa: menolong sesama dan memastikan tidak ada yang kelaparan,” ungkapnya.
Edy berharap Kabupaten Blora dapat menjadi ikon nasional pelaksanaan MBG berbasis kearifan lokal.
“Blora bisa menunjukkan bahwa program nasional bisa tumbuh dari akar budaya daerah. Dengan menggabungkan semangat budaya dan ekonomi rakyat, MBG akan menyehatkan generasi sekaligus menyejahterakan masyarakat,” pungkasnya.













