ACEH UTARA, Rabu (11/12) suaraindonesia-news.com – Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Utara kembali menjadi sorotan terkait dugaan pengadaan Alat Peraga Kampanye (APK) fiktif pada Pilkada 2024. Isu ini mendorong Gerakan Rakyat Aceh Membangun (GRAM) untuk mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera mengusut kasus tersebut.
“Kasus APK fiktif di KIP Aceh Utara harus menjadi atensi Kapolres dan Kejari Aceh Utara karena berpotensi melibatkan praktik korupsi,” ujar Azhar, Ketua GRAM, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/12/2024).
Azhar menuding, sejak dipimpin oleh Hidayatul Akbar dan komisionernya, KIP Aceh Utara kerap dirundung masalah, mulai dari dugaan pungli, suap, pelanggaran etik, hingga korupsi.
“Krisis moral yang melanda KIP Aceh Utara telah berdampak pada kualitas penyelenggaraan Pemilu dan menurunkan citra masyarakat Aceh Utara secara luas,” tambah Azhar.
Kasus ini mencuat pasca pelaksanaan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara pada 27 November 2024. Pilkada tersebut hanya diikuti oleh satu pasangan calon, Ismail Ajalil (Ayah Wa) dan Tarmizi Panyang, yang melawan kotak kosong. Namun, publik menyoroti tidak adanya pemasangan APK sebagai bagian dari sosialisasi kampanye, baik untuk calon tunggal maupun kotak kosong.
Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, penyelenggara wajib melaksanakan sosialisasi, termasuk melalui pemasangan APK. Sejumlah penyelenggara di tingkat kecamatan dan desa mengaku tidak melihat APK terpasang selama masa kampanye berlangsung. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Panwaslih Aceh Utara, yang menyebutkan tidak ditemukan APK di jalan nasional maupun wilayah pedesaan.
Sementara itu, Kepala Sekretariat KIP Aceh Utara, Mursal Ridha, mengakui adanya anggaran sebesar Rp100 juta lebih untuk pengadaan APK. Namun, ia mengklaim anggaran tersebut digunakan untuk mencetak flayer yang telah diserahkan kepada pasangan calon.
“Ada anggaran Rp100 juta lebih, dan APK sudah dicetak dalam bentuk flayer. Untuk penjelasan lebih lanjut, bisa ditanyakan kepada divisi terkait,” ujar Mursal.
Berbeda dengan KIP Aceh Utara, KIP kabupaten/kota lain di Aceh, seperti Aceh Tamiang, telah melaksanakan sosialisasi secara maksimal. Mereka mencetak APK dalam bentuk spanduk dan baliho yang memuat gambar pasangan calon, visi, misi, dan program kerja, bahkan termasuk dalam konteks melawan kotak kosong.
Kasus ini menambah daftar panjang kritik terhadap KIP Aceh Utara. Publik berharap aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan pengadaan APK fiktif dan memberikan transparansi yang jelas terkait pengelolaan anggaran Pilkada.
Dugaan ini menjadi ujian bagi integritas dan profesionalisme lembaga penyelenggara Pemilu di Aceh Utara, yang diharapkan mampu menjawab keraguan publik serta memperbaiki citra penyelenggaraan Pemilu di wilayah tersebut.