SUMENEP, Selasa (03/09) suaraindonesia-news.com – Kasus Pencabulan anak dibawah umur dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan dua oknum guru di kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur telah resmi dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Guru.
Kedua pelaku tersebut merupakan sama-sama Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan pendidikan kabupaten Sumenep yang dikenal dengan sebutan kota santri.
Sebelumnya, kedua pelaku, E (43), yang tiada lain adalah ibu kandung korban T (13) tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan J (41), sebagai kepala Sekolah, kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui, Ibu korban E (41) tega menyerahkan anaknya T (13) kepada J (41) untuk diperkosa berulang kali dengan diiming-imingi akan dibelikan sepeda motor Vespa dan alasan melaksanakan ritual “menyucikan diri”.
Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, Akhmad Fairusi, menegaskan bahwa langkah tegas ini diambil untuk menjaga integritas lembaga pendidikan.
“Kedua tersangka yang saat ini berada dalam tahanan Polres telah dinonaktifkan dari posisi mereka, baik sebagai guru maupun kepala Sekolah,” ujarnya pada Selasa (03/09/2024).
Meskipun sanksi administratif telah diterapkan, status kedinasan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menunggu putusan hukum yang berkekuatan tetap.
Fairusi menjelaskan bahwa setelah putusan pengadilan yang inkrah, kedua tersangka akan menghadapi dua jenis sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi administratif sebagai pejabat negara.
Dalam upaya mencegah kasus serupa di masa mendatang, Dinas Pendidikan Sumenep tengah merancang program Sekolah Responsif Gender.
Program ini, yang melibatkan inovasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bertujuan untuk menekan kekerasan fisik, psikis, serta praktik perundungan di lingkungan Sekolah.
Selain itu, program ini juga menekankan pentingnya penanaman karakter yang baik dan penghindaran perilaku amoral oleh pendidik.
“Sekolah Responsif Gender ini diharapkan menjadi solusi untuk mencegah kekerasan dan perilaku asusila di sekolah. Bimbingan teknis sudah dilakukan dan akan segera diterapkan di seluruh sekolah di Sumenep,” kata Fairusi saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Ia juga menekankan pentingnya kesadaran dari seluruh pihak terkait, mulai dari peserta didik, kepala Sekolah, hingga pengawas, untuk menjalankan fungsi mereka dalam menekan perilaku asusila dan kekerasan di Sekolah.
“Kami berharap kejadian serupa tidak akan terulang lagi di masa mendatang,” tutupnya.