Diduga Langgar UU Perlindungan Anak, Ayah Beri Syarat Tak Wajar Bagi Ibu untuk Bertemu Anak - Suara Indonesia
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukum

Diduga Langgar UU Perlindungan Anak, Ayah Beri Syarat Tak Wajar Bagi Ibu untuk Bertemu Anak

×

Diduga Langgar UU Perlindungan Anak, Ayah Beri Syarat Tak Wajar Bagi Ibu untuk Bertemu Anak

Sebarkan artikel ini
IMG 20251001 153033
Foto: Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRC-PPA), Jeny Claudya Lumowa.

JAKARTA, Sabtu (18/10) suaraindonesia-news.com – Mirna Novita (43), seorang ibu asal Jakarta yang memperoleh hak untuk bertemu anaknya melalui putusan pengadilan usai perceraian dikabarkan mengalami hambatan serius. Hambatan tersebut muncul akibat syarat yang diberikan oleh sang ayah, yang mewajibkan pertemuan antara ibu dan anak dilakukan di rumah sang ayah.

Menurut keterangan kuasa hukum ibu tersebut, ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, yang secara tegas menjamin hak anak untuk tetap berhubungan secara pribadi dan langsung dengan kedua orang tuanya meskipun telah terjadi perceraian.

“Pemberian syarat yang tidak masuk akal seperti itu merupakan bentuk penghalangan terhadap hak anak dan juga hak orang tua untuk menjalin hubungan emosional. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip perlindungan anak,” tegas Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), Jeny Claudya Lumowa, Jumat (17/10/2025).

Dalam sistem hukum di Indonesia, hak anak untuk bertemu dengan kedua orang tua setelah perceraian telah diatur secara jelas. Baik dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Perkawinan, negara menjamin bahwa perceraian tidak dapat dijadikan alasan untuk memutus hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tidak memperoleh hak asuh.

Baca Juga :  567 Anggota PPS Se Kabupaten Pamekasan Dilantik

Selain itu, orang tua yang memegang hak asuh tidak diperbolehkan melarang pertemuan anak dengan orang tua lainnya tanpa alasan yang sah dan kuat. Jika hal tersebut dilakukan secara sepihak, pihak yang dirugikan dapat menempuh jalur hukum, termasuk mengajukan gugatan pencabutan hak asuh ke pengadilan.

Untuk menyelesaikan kasus semacam ini, terdapat dua jalur yang dapat ditempuh:

  1. Mediasi, melalui lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), atau Komnas Anak, yang dapat menjadi sarana penyelesaian damai antara pihak ibu dan ayah demi kepentingan terbaik anak.
  2. Gugatan ke pengadilan, apabila mediasi tidak membuahkan hasil. Gugatan dapat diajukan dengan dasar pelanggaran hak anak serta ketidakpatuhan pihak pemegang hak asuh dalam memberikan akses yang layak kepada orang tua lainnya.
Baca Juga :  3 Fakfor Penyebab Rendahnya Serapan Anggaran Triwulan I

Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Banyak pihak menilai bahwa keputusan yang dianggap tidak adil tersebut perlu dievaluasi karena dinilai berpotensi melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak.

Lembaga-lembaga perlindungan anak diharapkan turun tangan untuk menelaah kasus ini dan memastikan tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat konflik antar orang tua maupun kekeliruan dalam penegakan hukum.