SUMENEP, Senin (15/09) suaraindonesia-news.com – Polemik dugaan pemberhentian sepihak terhadap seorang sopir sekunder CV Primkoppostrans bernama Akbar masih menjadi sorotan. Setelah sebelumnya Akbar mengaku kaget diberhentikan tanpa alasan jelas, kini ia membeberkan sejumlah keluhan selama bekerja di perusahaan tersebut.
Akbar menuturkan bahwa dirinya kerap menghadapi berbagai persoalan. Menurutnya, gaji sering terlambat, Tunjangan Hari Raya (THR) hanya dibayar separuh dengan janji sisanya akan disusulkan, hingga kasus kecelakaan kerja yang biaya perbaikannya dibebankan kepada sopir.
“Kalau ada kerusakan kendaraan, seringkali kami yang harus menalangi dulu. Masak iya perusahaan sebesar itu tidak bisa tanggung jawab?” keluh Akbar.
Ia juga mengakui kadang tidak masuk kerja karena ada keperluan lain. Namun, menurutnya, setiap kali izin, ia tetap mencarikan pengganti sopir.
“Walau saya kadang izin, saya tetap mencari sopir pengganti dan membayar mereka. Itu diperbolehkan perusahaan asal ada pengganti, jadi saya merasa tidak merugikan,” tegas Akbar.
Pernyataan tersebut memperkuat dugaan adanya masalah tata kelola manajemen di internal CV Primkoppostrans.
Sebelumnya, Akbar juga mengaku tidak pernah mendapat penjelasan langsung terkait alasan pemberhentiannya, meski sudah berusaha menghubungi pihak manajemen.
Menanggapi hal ini, Direktur OPS/SDM CV Primkoppostrans, Tatang Tartila Azis, membantah pemberhentian dilakukan tanpa dasar. Ia menyebut perusahaan memang sempat mengalami kesulitan keuangan, terutama setelah serangkaian kecelakaan yang menimbulkan kerugian cukup besar.
“Memang tahun kemarin THR sempat dibayar separuh karena kondisi perusahaan minus akibat kecelakaan selama empat bulan dengan kerugian yang cukup besar,” jelas Tatang.
Terkait pemberhentian Akbar, ia menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena alasan kedisiplinan. Menurut Tatang, Akbar sering tidak masuk kerja lantaran mengambil order di luar perusahaan.
“Dalam sebulan bisa dihitung, Akbar hanya bekerja seminggu. Awalnya izin sehari, tapi kemudian malah menerima order carteran dari pihak lain. Bahkan saat seharusnya masuk kerja, ia memperpanjang liburannya. Akhirnya sopir lain yang harus menggantikan,” ungkapnya.
Tatang menambahkan, pergantian atau pemberhentian sopir sudah sering dilakukan bila ada tindakan indisipliner.
Meski begitu, kasus ini membuka pertanyaan lebih luas soal manajemen perusahaan, terutama terkait keterlambatan pembayaran gaji, pemotongan THR, hingga penanganan biaya kecelakaan yang dinilai membebani pekerja. Hingga kini, polemik masih berlanjut: di satu sisi, Akbar menilai keputusan perusahaan merugikan dirinya dan tidak transparan, sementara di sisi lain manajemen berkeras bahwa langkah tersebut demi menjaga kualitas operasional.