LUMAJANG, Minggu (24/10/2021) suaraindonesia-news.com – Desa Pulo, Kecamatan Tempeh, merupakan pusat kerajinan perak terbesar di Kabupaten Lumajang. Namun sebenarnya tidak hanya perak, di kawasan ini juga terdapat kerajinan dari tembaga (Cu), emas (Au) dan kuningan.
“Tetapi mayoritasnya adalah pengrajin perak. Hasil kerajinan tangan dari perak itu berupa perhiasan, cinderamata, peralatan makan, dan souvenir lainnya,” kata anggota Komisi B DPRD Kabupaten Lumajang, Susilo Yuwan Permadi (SYP) kepada awak media ini, Minggu (24/10/2021).
Selain di Desa Pulo, kata Yuwan, juga ada beberapa desa tetangga yang ikut menjadi pengerajin, seperti Desa Gesang dan Desa Jokarto.
“Disini terdapat seperti pasar tradisional perak seperti Kotagede, yang hal itu bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing yang datang ke sini,” ungkapnya.
Akan tetapi, di balik potensi tersebut, dari kacamata Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM-LIRA) Kabupaten Lumajang, daerah tersebut memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah tidak sempurnanya pengolahan limbah dari hasil proses kerajinan logam tadi.
Yang jelas, menurut Sekretaris Daerah (Sekda) LSM LIRA Kabupaten Lumajang, Achmad Fuad Afdlol, untuk melarutkan logam-logam tadi pastinya diperlukan bahan kimia tambahan yang digunakan.
“Dari proses itulah, maka akan dihasilkan limbah cair yang mengandung logam dan bahan kimia tersebut. Limbah yang langsung dibuang ke saluran peresapan, tanah, atau ke lingkungan sekitar akan berpotensi mencemari air dan tanah,” bebernya kepada media ini.
Seharusnya, kata Fuad, untuk mempertahankan predikat kota pengerajin perak yang ramah lingkungan, Desa Pulo, Desa Gesang dan Desa Jokarto, sangat memerlukan suatu upaya pengelolaan limbah buangan tersebut, agar menjadi aman bagi lingkungan dan warganya.
“Permasalahan limbah itu harus dicarikan sebuah solusi untuk penanganannya, agar solusi itu bisa membawa berkah bukan petaka,” tambahnya.
Menurut Fuad, ada metode berupa pembuatan teknologi pengelolaan air limbah logam dengan memanfaatkan adsorben, berupa karbon aktif yang dapat menurunkan kadar logam dalam air limbah, seperti, tembaga dan seng, dan pemilihan bahan itu disebabkan efeknya pada lingkungan lebih ramah dari bahan sebelumnya.
“Mungkin bisa diawali dari salah satu rumah pengrajin logam dulu, nantinya pengrajin tadi akan menjadi model percontohan untuk diterapkan oleh pengrajin lainnya,” imbuhnya lagi.
Melalui metode ini, Fuad berharap Desa Pulo, dapat menjadi daya tarik baru bagi wisatawan, yang tidak hanya membeli produk kerajinan mereka saja, tetapi juga dapat melihat proses pembuatan kerajinan logam hingga pengelolaan limbahnya.
“LSM LIRA, sangat berharap Desa Pulo akan menjadi wisata edukasi pelestarian lingkungan, untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya,” pungkasnya.
Reporter : Didik Pramono
Editor : Redaksi
Publisher : Syaiful