Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukum

Demo Indonesia, Aktivis Aceh: Pelanggaran HAM Terhadap Pendemo Brutal

Avatar of admin
×

Demo Indonesia, Aktivis Aceh: Pelanggaran HAM Terhadap Pendemo Brutal

Sebarkan artikel ini
IMG 20250902 175205
Foto: Aktivis muda Hak Asasi Manusia (HAM) Aceh, Ronny H.

ACEH, Selasa (02/09) suaraindonesia-news.com – Tanggapan pemerintah terhadap aksi demo yang terjadi secara meluas di Indonesia sejak sepekan terakhir menuai kritik keras, tak hanya para aktivis lokal, media massa nasional, media massa internasional bahkan PBB angkat bicara.

Salah satunya aktivis muda Hak Asasi Manusia (HAM) Aceh, Ronny H menyebut, negara telah melakukan pelanggaran terbesar terhadap massa pendemo ia pun mengecam keras terhadap beberapa kasus demontran yang meregang nyawa imbas sikap yang disebut tegas yang dilakukan aparat kepolisian.

‎”Negara melakukan pelanggaran HAM berat pada demonstran yang tewas akibat kekejian aparat,” ungkap Ronny H melalui pernyataan persnya, Selasa (02/09).

‎Aktifis HAM itu, mengecam aksi brutal oknum aparat dalam upaya mengamankan aksi demonstrasi yang digelar sejak 25 Agustus 2025, di Jakarta dan dan menyatakan negara telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap warganya yang mestinya dilindungi.

‎Dia mendesak Presiden Prabowo Subianto segera memproses hukum seberat – beratnya seluruh oknum aparat yang terlibat, dan diduga tak profesional dalam menjalankan tugas. Agar kekecewaan masyarakat tidak ditimpakan kepada presiden.

‎”Kami mendesak Presiden  Prabowo berpihak pada rakyat dan menghukum berat setiap aksi keji yang menyebabkan hilangnya nyawa demonstran, dan jangan sampai nantinya masyarakat kecewa pada bapak Presiden,” kata Ronny.

‎Ronny mengaku heran dengan aksi represif aparat kepolisian, padahal sudah banyak menghabiskan banyak anggaran latihan selama bertahun-tahun untuk menangkal demonstrasi, tapi masih juga ditemukan oknum aparat yang berlaku kejam sehingga menyebabkan korban jiwa dalam kondisi yang menggenaskan seperti di zaman Orba.

‎”Setahu saya bertahun – tahun lamanya kita sudah mendengar dan menyaksikan upaya Reformasi Polri, dan berbagai latihan untuk mengatasi demosntrasi secara humanis, termasuk strategi menangkal aksi anarkis bahkan kerusuhan, tapi mengapa kita saat ini masih disuguhkan dengan aksi – aksi kelompok oknum aparat yang berlaku sadis dan keji terhadap demonstran seolah masih di zaman Orba saja?” ungkap putera Idi Rayeuk, Aceh Timur itu.

‎Ia menambahkan, harusnya hal yang seperti itu tidak terjadi lagi, ini artinya pendidikan kepolisian negara selama ini dianggap sia-sia.

‎”Dengan latihannya jika masih menimbulkan korban jiwa, dan berarti Reformasi polri juga masih setengah hati dan tidak jelas,” ketus aktivis cadas yang concern dengan isu sosial demokrasi, ketidakadilan dan hak asasi manusia itu.

‎Dia mengaku banyak memperoleh informasi dari berbagai sumber tentang dugaan kekejaman aparat dalam menangani para demonsttan di berbagai aksi di sejumlah daerah.

‎”Saya merasa sedih dan sakit hati menyaksikan informasi tentang  mayat – mayat rekan seperjuangan itu yang ditemukan dalam kondisi menggenaskan, ada yang bocor kepalanya, diduga ada bekas sepatu aparat, ada yang patah tulang, lebam- lebam disekujur tubuh dan kondisi mengerikan lainnya, mungkin di antara mereka memang ada yang melakukan kesalahan dalam aksi, tapi apakah harus dikeroyok ramai – ramai dipukuli secara membabi buta sampai mati? Bahkan dibikin simpang siur berita kematiannya,” ketusnya.

‎Ronny mendesak Komnas HAM, jaringan HAM  nasional dan jaringan HAM internasional turun tangan dan memastikan seluruh oknum aparat yang berlaku kejam terhadap demosntran diberhentikan secara tidak hormat dan dihukum seberat – beratnya tanpa kompromi.

‎”Kami mendesak Komnas HAM bahkan jaringan HAM internasional untuk turun tangan menekan kasus ini sampai mereka dipecat dan dihukum berat, mereka yang berlaku kejam pada masyarakat tidak pantas jadi polisi Indonesia, mereka lebih cocok jadi polisi ladusing yang licik dan kejam seperti di film India, polisi Indonesia adalah mereka yang taat hukum dan punya marwah yang tinggi, sedangkan mereka hanya mencemarkan nama institusi kepolisian saja, jadi harus dipecat,” lanjut Eks Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu.

‎Di sisi lain, Ronny juga mengaku tidak sepakat pada aksi – aksi anarkis, yang menyebabkan kerusuhan, pengrusakan, apalagi aksi – aksi pembakaran dan penjarahan  serta aksi kekerasan atau pengeroyokan terhadap aparat kepolisian yang tidak bersalah.

‎”Sejak awal kami sudah mencurigai aksi yang banyak janggalnya, kami juga mencurigai aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh kelompok massa siluman yang terorganisir, yang tiba – tiba datang membawa barang – barang berbahaya seperti kayu, batu dan bahkan bom molotov yang dilemparkan ke aparat dan fasilitas lainnya, sehingga semua itu mencederai aksi murni dari kelompok mahasiswa dan masyarakat lainnya serta kerugian luar biasa,” ungkapnya.

‎Dia  meminta agar para pelaku pengeroyokan secara brutal terhadap aparat kepolisian di lapangan juga dihukum berat, terutama para pelaku aksi kekerasan dan penjarahan lainnya, agar tidak terulang lagi di kemudian.

‎”Dalam prinsip hidup bernegara tidak ada pandang bulu, siapa bersalah, melakukan kejahatan dalam bentuk apa pun mesti dihukum, jadi kita tidak pandang apakah dia aparat atau masyarakat asal buat kesalahan berat harus dipenjarakan, karena pedoman kita adalah kebenaran dan keadilan, jangan mentang – mentang dia masyarakat, buat salah lalu kita bela, itu tak boleh, karena nanti itu bisa jadi racun bagi bangsa kita,” tegas Ronny.

‎Dia tidak menutup kemungkinan bahwa pihaknya akan ikut turun aksi apabila nantinya diperlukan.

‎”Ya kami selalu memantau dulu, siapa penggerak nasionalnya, siapa di balik ini semua, kami enggak mau asal – asalan, latah ikut – ikutan, apalagi ditunggangi sehingga terjerumus, jika pun diperlukan palingan nanti kami menggelar aksi solidaritas di Polres atau Polda, menuntut agar para pelaku kekejaman itu dihukum berat, bahkan bila perlu dihukum mati,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.

Tinggalkan Balasan