Reporter: Liq
Sumenep, Sabtu (10/12/2016) suara Indonesia-news.com – Asni (10) tahun seorang bocah masih duduk diKelas III SDN Kacongan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur rela memungut rongsokan dipingir jalan demi biaya sekolah dan membantu kedua orang tuanya.
Asni (10) tahun adalah putri dari pasangan Slamet (59) dan Khatijah (35) warga Desa Kacongan, Kecamatan Kota setempat rela menghabiskan waktu setiap hari saat pulang sekolah hanya untuk memungut rongkosan yang ada dipinggir jalan, diperumahan dan perkantoran demi biaya sekolah dan demi membantu beban kedua orang tuanya.
Setiap hari Asni harus berpisah dari teman bermainnya sebab Asni punyak jadwal husus untuk mencari barang bekas dan nantinya akan dijual supaya jadi uang.
Seharusnya seumur bocah itu masih senang-senangnya bermain dan belajar demi mencapai cita-cita. Sedangkan Asni sendiri memiliki rutinitas lain selain mengenyam pendidikan dibangku sekolah.
Setiap hari usai mengikuti pendidikan formal, sekitar pukul 11 siang dia harus menenteng kresek untuk memungut satu demi satu pundi-pundi rupiah yang tersimpan dibalik botol bekas air mineral dan sampah-sampah lainnya yang sudah dibuang oleh pemiliknya.
Betapa sedihnya hati ini jika melihat kekuatan APBD Sumenep 2016 mencapai Rp 2 Triliun lebih, sementara kasus pengais rejeki lewat tong sampah anak dibawah umur masih bertebaran di kota Super Mantap ini.
Jika anak seusianya pada jam pulang sekolah asyik nonton Televisi, bermain gadget, makan-makanan yang enak. Lain ceritanya dengan Asmi yang harus mengayunkan kali puluhan kilometer dari gubuknya untuk memungut sampah-sampah berharga rupiah yang terpajang disetiap sudah Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Sumenep.
“Setiap hari, setelah pulang sekolah saya pasti mulung rongsokan disini sama bapak,” ucap Asni dengan senang.
Walaupun kesehariannya hanya memungut rongsokan bekas, Asni memiliki cita-cita luhur untuk menjadi seorang dokter.
Hasil dari memulung barang bekas jika dijual hanya mampu mengumpulkan pundi rupiah sekitar Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per harinya. Nominal itu memang tidak sebanding untuk mencukupi kebutuhan 5 penghuni gubuk reotnya itu.
“Kadang kami tidak dapat apa-apa pak, paling sehari bisa membawa uang Rp 25.000. Itupun langsung kita pakai untuk beli beras dan kebutuhan dapur lainnya,” kata Slamet saat memungut sampah dilingkungan Mapolres Sumenep bersama sang anak bocah itu.
Sebenarnya saya merasa kasihan melihat anak saya harus ikut merasakan kemelaratan bekerja seperti saya. Namun apalah daya garis nasib tuhan harus terus dilakoninya karena memang tidak adanya pilihan.
“Dia pulang sekolah kalau tidak ada saya biasanya nangis, makanya saya selalu bawa kalau mulung, bukan karena tega, namun tidak ada pilihan lain.
Slamet yang sudah mulai renta ini pun tak putus harapan, dia selalu berharap sang anak bisa sukses dalam pendidikan dan dapat meraih cita-citanya kelak.
“Ya, saya selalu berdo’a semoga cita-cita anak-anakku kelak bisa tercapai,” harapnya.
Melihat kondisi Asni, si bocah ingusan yang bermental baja dan berhati luhur ini pun membuat hati para jurnalis yang sedang menunggu peliputan diruang tunggu Mapolres setempat terketuk.
“Ayok sisihkan uang kita, kasihan bocah malang itu harus berpanas-panasan demi membantu orang tuanya,” kata salah seorang wartawan.
Dari sanalah, para kuli tinta itu langsung mengumpulkan uang untuk diberikan kepada Asni yang terlihat sendirian berpisah dengan sang bapak.













