Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaHukumKriminal

Dakwaan KDRT dalam Kasus Neneng Dipertanyakan, JPU Kejari Sumenep Beri Klarifikasi

Avatar of admin
×

Dakwaan KDRT dalam Kasus Neneng Dipertanyakan, JPU Kejari Sumenep Beri Klarifikasi

Sebarkan artikel ini
IMG 20250218 202610
Foto: Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Moch. Indra Subrata, bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Surya Rizal Hertady. (Foto: Ari / Suara Indonesia).

SUMENEP, Selasa (18/02) suaraindonesia-news.com – Kejaksaan Negeri Sumenep, Madura Jawa Timur, menegaskan bahwa penerapan pasal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam kasus kematian Neneng telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Klarifikasi tersebut disampaikan menanggapi kritik dari kuasa hukum korban serta sejumlah pihak yang menilai dakwaan tersebut kurang tepat.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Moch. Indra Subrata, bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Surya Rizal Hertady, menjelaskan bahwa penerapan Pasal 44 ayat 2 dan 3 Undang-Undang KDRT sudah sesuai dengan fakta hukum yang ada.

Hal ini mengingat hubungan antara pelaku dan korban yang masih terikat sebagai pasangan suami-istri saat kejadian berlangsung.

“Dalam sidang perdana pada 11 Februari 2025, pasal KDRT diterapkan karena secara hukum pelaku dan korban masih dalam ikatan pernikahan. Aturan yang digunakan adalah lex spesialis, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 45 juta,” jelas Indra Subrata dalam wawancara dengan awak media, Selasa (18/2/2025).

Indra menambahkan, penerapan Pasal 44 ayat 2 didasarkan pada bukti bahwa pelaku kerap melakukan kekerasan yang mengakibatkan luka berat pada korban. Sementara itu, ayat 3 disertakan karena kekerasan tersebut berujung pada kematian.

“Tidak ada unsur pembunuhan berencana dalam kasus ini, sehingga pasal 340 KUHP tidak diterapkan. Ini murni kasus KDRT,” tegasnya.

Menanggapi dugaan keterlibatan pihak lain, Indra membantah dengan merujuk pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik Polres Sumenep.

“Tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan orang lain. Jika ada keberatan, seharusnya disampaikan sejak tahap penyidikan. Berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) dan ditandatangani oleh semua pihak, termasuk kuasa hukum korban,” ujarnya.

Meski demikian, pihaknya menegaskan Kejaksaan Negeri Sumenep tetap membuka ruang komunikasi bagi keluarga korban jika ada protes terkait dakwaan yang diajukan.

“Kami akan tetap terbuka dan siap menemui mereka,” kata Indra.

Di sisi lain, kuasa hukum korban menyatakan ketidakpuasan terhadap dakwaan yang dibacakan dalam sidang perdana.

Baca Juga :  Pemkab Gelar Operasi Pasar, PJ Bupati Pamekasan : Kami Jual Beras Murah untuk Tekan Harga di Pasaran Agar Stabil

Mereka menilai pasal KDRT terlalu ringan untuk kasus yang diduga memiliki indikasi pembunuhan berencana.

Kamarullah, kuasa hukum keluarga korban, menyoroti sejumlah fakta dalam BAP yang dinilai belum terungkap sepenuhnya.

“Dari dua insiden KDRT yang terjadi, terutama yang terakhir, kami melihat adanya unsur perencanaan dalam tindakan pelaku. Dalam BAP, tidak disebutkan adanya proses penjemputan korban oleh pelaku bersama sejumlah orang lainnya. Padahal, ini adalah hal yang krusial,” ujarnya pada Selasa (18/2/2025).

Kamarullah juga mengungkapkan bahwa korban awalnya dijanjikan akan dibawa untuk mendapatkan perawatan medis, namun pada kenyataannya tidak ditemukan di fasilitas kesehatan mana pun.

“Korban justru dibawa ke tempat yang diduga bertujuan untuk menekan agar mencabut laporan sebelumnya. Ini mengindikasikan adanya peran pihak lain dalam kasus ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, hasil pemeriksaan forensik menunjukkan bahwa luka-luka yang dialami korban tidak mungkin disebabkan oleh satu orang saja.

“Kami meyakini ada keterlibatan lebih dari satu pelaku dalam proses penyiksaan hingga kematian korban. Oleh karena itu, seharusnya pasal pembunuhan berencana diterapkan,” tandas Kamarullah.