Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Berita UtamaPendidikanRegional

Cerita Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Soal Halal Bi Halal

Avatar of admin
×

Cerita Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Soal Halal Bi Halal

Sebarkan artikel ini
IMG 20190616 192943
Kiai Muhammad Lutfi Shobri saat memberikan tausiyah dalam acara halal bi halal jamaah GSB. (Foto: Guntur Rahmatullah)

JEMBER, Minggu (16/6/2019) suaraindonesia-news.com – Masih dalam bulan syawal dimana bulan ini identik dengan momen saling memaafkan serta silaturahmi, seorang alumni dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Kiai Muhammad Lutfi Shobri, LC membeberkan pengalamannya saat tinggal di negeri para nabi tersebut soal tradisi halal bi halal.

“Selama 5 tahun saya berada di Mesir (1996-2001), tradisi halal bi halal antar orang Mesir itu tidak ada, orang-orang sana rata-rata tertutup, tidak seperti kita (orang Indonesia). Setelah salat id, pribumi Mesir itu plesir bersama keluarganya, dan saya tidak pernah melihat orang Mesir meminta maaf seperti pada tradisi halal bi halal. Jadi tradisi ini hanya dimiliki kita, orang Indonesia,” terang Kiai Lutfi saat menghadiri acara halal bi halal jamaah GSB (Gerakan Shubuh Berjamaah) di Perum. Sumber Alam, Jl. Nias Jember, Minggu (16/6/2019) pagi.

Namun demikian, pengasuh pondok pesantren Hujjatul Islam Arjasa Jember ini menggarisbawahi bahwa silaturahmi di kalangan pribumi Mesir itu terjaga, dimana masyarakat Mesir senang dengan basa-basi untuk mempererat hubungan sesama manusia.

Inisiator Gerakan Shubuh Berjamaah Herwan Agus Darmanto saat memberikan sambutan
Inisiator Gerakan Shubuh Berjamaah, H. Herwan Agus Darmanto saat memberikan sambutan pada acara halal bi halal. (Foto: Guntur Rahmatullah)

Belum ada sumber sahih yang mengupas sejarah tradisi halalbihalal. Sebagian cerita menyebutkan bahwa halalbihalal merupakan kreasi kolaborasi Kiai Wahab Hasbullah dengan Bung Karno pada 1948. Keduanya berembuk untuk mencari solusi ancaman disintegrasi bangsa oleh kelompok DI/TII dan PKI. Kiai Wahab mengusulkan silaturahmi nasional. Bung Karno menganggap ide itu bagus, namun istilahnya harus dimodifikasi agar bisa menjadi ekstravaganza. Kiai Wahab mengusulkan istilah ‘halalbihalal’.

Baca Juga :  Parfi Jatim Pastikan Bebas Narkoba

Halal bihalal bukan berakar dari struktur gramatika bahasa Arab. Istilah ini lahir dari spontanitas Kiai Wahab Hasbullah. Maksud dan arti yang ingin dirujuk adalah masing-masing pribadi saling memberikan kehalalan atas kesalahan-kesalahan yang terlanjur sudah diperbuat.

Menurut Abdul Gaffar Ruskhan dalam Kompas Bahasa Indonesia (2003: 23-24), makna lebih modern dari halalbihalal adalah kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama selepas bulan puasa dalam suasana Idul Fitri sebagai sarana bermaaf-maafan antar sesama.

Sementara menurut Kiai Lutfi, halal bi halal adalah :

“Tashafahu (saling berjabat tangan), yadzhabul ghil (untuk menghilangkan rasa kedengkian, rasa kemarahan, kesalahan dan sebagainya), intinya kan itu halal bi halal itu,” imbuhnya menjabarkan tradisi halal bi halal.

Tradisi saling memaafkan ini tidak hanya dilakukan oleh sesama umat Islam, bahkan dengan umat non-Islam di Indonesia.

Dikutip dari tirto.id, Birgit Berg, saat melakukan penelitian untuk gelar Ph.D dari Brown University Amerika Serikat, dia dibuat takjub bukan kepalang melihat kerukunan umat beragama di Indonesia. Pemantik ketakjuban itu ialah selebrasi keberagamaan di Indonesia yang demikian cair dan lentur. Sekat-sekat keimanan tidak tampak lagi. Yang ada adalah relasi kemanusiaan, saling mengisi, dan menghargai.

Berg yang kala itu melakukan penelitian tentang Orkes Gambus di Sulawesi Utara, Indonesia, menemukan fenomena unik soal tradisi halalbihalal. Tradisi ini memang merupakan kreasi genius-genius Nusantara. Ia otentik dan tidak bakal ditemukan di belahan dunia lain.

Baca Juga :  Kesal Belum Di Wisuda, Mahasiswa Minta Pihak Hukum Usut AKN

Dalam Musical Modernity, Islamic Identity, and Arab aestethic In Arab-Indonesia orkes gambus (2011: 169), Berg menulis pengalaman indahnya ketika mengamati bagaimana tradisi halalbihalal dihelat oleh masyarakat Manado. Umat Muslim dan Kristiani berhalalbihalal sembari menikmati hiburan khas orkes gambus. Uniknya, di sebagian tempat memang yang menjadi pihak pengundang adalah umat Islam, namun di Sulawesi Utar-sebagaimana dicatat Berg justru umat Kristiani yang mengundang umat Islam untuk berhalalbihalal. Keberagamaan yang demikian cair dan sublim itu menjadi salah satu bukti masyarakat Indonesia memiliki watak terbuka yang diwariskan dari nenek moyang mereka.

Kiai Lutfi pun meminta masyarakat untuk menjadikan halal bi halal sebagai momen untuk memperkuat persatuan Indonesia.

“Halal bi halal ini harus menjadi momen kita saling merangkul antara satu dengan yang lain, jadi ukhuwah itu ya ukhuwah islamiyah ya ukhuwah wathoniyah. Jadi mungkin Anda bukan saudara saya dalam seiman, tapi Anda adalah saudara saya dalam kerangka sebangsa NKRI, ya itulah yang harus kita kuatkan untuk bangsa ini. Kalau itu kuat maka saya yakin apapun ancamannya, kalau kita bersatu maka semuanya berhasil kita lalui,” pesannya.

Reporter : Guntur Rahmatullah
Editor : Agira
Publisher : Imam