BOGOR, Kamis (20 Juli 2017) suaraindonesia-news.com – Empat puluh satu (41) bidang tanah milik warga kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, bermusyawarah dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bogor, terkait bentuk ganti rugi pengadaan tanah untuk jalan tol Bogor-Cianjur, Sukabumi (Bocimi) Kamis (20/07).
Hadir pada acara musyawarah tersebut, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bogor Eri Juliana Pasoreh, Ketua Pengadaan tanah Tol Bocimi Bambang Suharto, perwakilan dari kejari bogor, Camat Bogor Selatan Sujatmiko dan muspika.
Luas lahan yang dimanfaatkan untuk lahan tol BOCIMI di kelurahan Bojongkerta 41 bidang atau setara dengan 11.056 M2 dan untuk kelurahan Kertamaya dan kelurahan Harjasari 10 bidang atau kira kira 4000 M2 demikian dikatakan Ketua Pengadaan tanah Tol Bocimi Bambang Suharto usai acara musyawarah.
Kepala Kantor BPN Kota Bogor Eri Juliani Pasoreh mengatakan untuk pembebasan tambahan yang diperuntukkan untuk Tol Bocimi sekitar 51 bidang, khusus di kelurahan Bojongkerta ini ada 41 bidang untuk 36 orang, ujarnya.
“Musyawarah bukan berupa jumlah uang tapi yang dimusyawarahkan adalah bentuk ganti rugi,” katanya.
Adapun bentuk ganti ruginya adalah penggantian dengan uang, penggantian tanah, pemukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lainnya yang disetujui kedua belah pihak, tuturnya.
Ditambahkan Eri, penilaian ganti rugi tanah ini dilakukan bidang perbidang tanah meliputi tanah, ruang atas dan ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan atau yang dapat dinilai dengan tanah.
“Khusus untuk penggantian dengan uang sudah ada tim apresial yang menilainya,” sambungnya.
Sementara itu, untuk masyarakat yang penggantiannya dengan uang akan diberikan berupa amplop dan didalamnya sudah tertera nilainya.
“Jadi sekarang ini tidak ada lagi musyawarah tentang tawar menawar, harganya sudah dihitung oleh tim apresial,” ungkapnya.
Sebetulnya pembebasan sekarang itu sudah menggunakan penilaian secara profesional, Kata kata Eri, jadi sudah ada standarnya, yang menilainya juga tidak menilai sembarangan.
“Jadi dia juga menilai dengan profesional, mengecek ke lapangan, dan dia hati-hati karena ketika ada keberatan dari masyarakat maka dia akan berhadapan dengan hukum, akan dicek oleh hakim di pengadilan,” pungkasnya. (Iran G Hasibuan)













