BERAU, Rabu (3/12) suaraindonesia-news.com – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Berau telah menyerahkan (Tahap II) berkas perkara, barang bukti, dan tersangka S (45) ke Kejaksaan Negeri Berau pada 23 September 2025. S disangkakan melakukan tindak pidana pencabulan dan persetubuhan terhadap anak kandungnya sendiri, AS, yang telah berlangsung sejak korban masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Kasus ini terungkap berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/42/V/2025/SPKT/POLRES BERAU/POLDA KALIMANTAN TIMUR, tertanggal 26 Mei 2025.
Tersangka, S, diketahui berprofesi sebagai tukang kayu dan beralamat di Jl. Pembangunan II RT. 018 Kel. Sambaliung, Kab. Berau. Berdasarkan kronologi yang diungkap kepolisian, perbuatan keji tersebut diduga telah dilakukan oleh S terhadap anak kandungnya, AS, yang saat itu masih berstatus anak di bawah umur, sejak korban duduk di kelas 2 SD.
Awalnya, pelaku diduga mengajak korban menonton video bermuatan pornografi di kamar, kemudian melakukan pelecehan seksual. Perbuatan pelecehan tersebut terus berlanjut hingga korban memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), di mana pada saat itu pelaku pertama kali diduga melakukan persetubuhan terhadap korban di kamar rumah mereka.
Perbuatan berulang ini terus terjadi hingga korban lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbuatan terakhir kali terjadi pada Sabtu, 24 Mei 2025, sekitar pukul 00.30 Wita.
Kasus ini terungkap setelah korban AS memberanikan diri menceritakan perlakuan ayah kandungnya kepada pacarnya, yang kemudian diteruskan kepada nenek korban, Sdri. SUSY. Merasa keberatan, nenek korban melaporkan kejadian ini ke Polres Berau pada 26 Mei 2025. Tersangka S ditangkap pada 27 Mei 2025.
Setelah melalui proses penyidikan, berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Berau pada 18 September 2025, dan Tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) telah dilaksanakan.
Tersangka S disangkakan melanggar beberapa pasal berlapis, termasuk:
Pasal 81 Ayat (1) dan (3) Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 6 Huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Karena tindak pidana ini dilakukan oleh orang tua kandung, berdasarkan UU Perlindungan Anak, maka pidana penjara yang dikenakan akan ditambah sepertiga (1/3) dari ancaman pidana pokok.
Menanggapi kasus kekerasan seksual (incest) yang dilakukan oleh orang tua kandung, Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Indonesia, Jeny Claudya Lumowa, menegaskan bahwa kejahatan seperti ini merupakan kejahatan yang luar biasa.
“Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung (incest) adalah kejahatan luar biasa yang merusak masa depan korban,” ujar Jeny Claudya Lumowa (Pernyataan berdasarkan hasil pencarian publik terkait narasumber).
Jeny mendesak agar penegak hukum memberikan hukuman maksimal.
“Kami meminta penegak hukum memberikan hukuman maksimal, ditambah sepertiga sesuai undang-undang, karena pelaku adalah orang terdekat dan seharusnya menjadi pelindung korban,” tegasnya.
Ia juga meminta masyarakat untuk tidak menutup-nutupi kasus dan segera melapor jika mengetahui adanya kekerasan serupa.













