OPINI, Sabtu (29/04/2023) suaraindonesia-news.com – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan tempat bagi Narapidana yang sedang menjalani masa hukuman. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan ini dihuni oleh Narapidana yang dari berbagai macam kasusnya, asalnya, serta sifatnya. Dari kemajemukan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan ini, tentu saja memiliki banyak perbedaan perilaku. Perilaku narapidana di suatu Lembaga Pemasyarakatan tentunya beragam, ada yang memiliki perilaku yang baik dan ada juga yang memiliki perilaku yang menyimpang.
Perilaku yang menyimpang inilah yang harus dirubah. Salah satu perilaku yang menyimpang yaitu bullying atau perundungan. Bullying atau perundungan merupakan perilaku agresif yang ditujukan untuk menyakiti, dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain karena adanya ketidakseimbangan kekuatan, serta dilakukan berulang kali atau berpeluang dilakukan secara berulang kali (Espelage & Hong, 2018; Espelage & Swearer, 2003; Olweus, 1978).
Kemudian terkait dengan tindakan perundungan atau bullying, mengacu pada Pasal 4 huruf n dan o Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (“Permenkumham 6/2013”) menegaskan setiap narapidana atau tahanan dilarang: melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis, terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau tamu/pengunjung; mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.
Jika tindakan di atas dilanggar, narapidana atau tahanan dapat dikenai sanksi disiplin tingkat berat, berupa memasukkan dalam sel pengasingan selama 6 hari dan dapat diperpanjang selama 2 kali 6 hari; dan tidak mendapatkan hak remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dan dicatat dalam register F dan.
Perilaku bullying di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan oleh narapidana terhadap narapidana lainnya. Bullying tersebut biasanya dilakukan kepada narapidana yang lemah. Mengapa bisa terjadi bullying di Lapas? Apa saja faktor penyebabnya?
1. Faktor Pribadi
Perilaku bullying yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan bisa terjadi karena disebabkan oleh faktor pribadi atau diri sendiri seperti faktor ekonomi, dimana bullying dilakukan dengan cara pemalakan yang dilakukan kepada narapidana yang dinilai lemah dengan memalak uang ataupun dapat berupa makanan maupun benda lainnya. Selain itu juga faktor dari dalam diri sendiri berupa rasa dendam atau iri hati yang dapat memicu terjadinya bullying antar narapidana.
2. Faktor sosial
Faktor sosial seperti perbedaan agama, gender, tradisi, dan adat istiadat dapat menjadi faktor penyebab terjadinya bullying antar narapidana. Selain itu juga dengan melakukan bullying terhadap narapidana yang lemah maka si narapidana yang melakukan bullying ini merasa dapat meningkatkan popularitas dirinya dikalangan narapidana lainnya.
3. Faktor struktural
Terdapat narapidana yang merasa dirinya memiliki power lebih dan memiliki banyak orang yang berada di pihaknya dan tunduk padanya, ini menjadi salah satu faktor penyebab adanya bullying di Lapas. Selain itu didukung juga dengan adanya narapidana yang tidak memiliki power atau juga tidak memiliki teman sehingga menjadi korban dari bullying.
Dari faktor penyebab bullying di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor penyebab narapidana melakukan bullying, bisa terjadi karena kebiasaan, baik kebiasaan individu si pelaku seperti kebiasaan yang suka menindas orang, dendam dan iri hati terhadap orang lain, dan suka mengucilkan orang yang dianggapnya lemah, maupun kebiasaan yang memang kodratnya ingin diakui sehingga ingin menunjukkan popularitasnya di Lapas.
Untuk itu, bullying di Lapas harus diatasi dengan sebuah solusi yakni diadakan nya penyuluhan berupa pembinaan terhadap narapidana. Pembinaan yang diberikan dapat berupa pembinaan kerohanian maupun pembinaan keterampilan kerja. Dengan adanya pembinaan kerohanian diharapkan narapidana dapat menyadari dan paham terhadap perilaku yang baik maupun perilaku buruk yang bertentangan dengan ajaran agama, dan juga pembinaan keterampilan kerja diharapkan juga mampu untuk melatih keterampilan narapidana sehingga narapidana dapat mengisi hari-hari nya di Lapas dengan kegiatan positif dan dapat menghindari perilaku bullying yang disebabkan karena banyak waktu kosong sehingga menjadi kesempatan untuk narapidana melakukan bullying.
Dengan adanya penyuluhan berupa pembinaan sebagai solusi untuk mengantisipasi tindakan bullying antar narapidana, pastinya akan ada kekuatan maupun ancaman dari luar ataupun dari dalam. Untuk itu disini akan dianalisis suatu pembinaan kerohanian dan pembinaan keterampilan kerja di Lapas menggunakan analisis SWOT.
Strength (Kekuatan)
Kekuatan dari diadakannya pembinaan ini yakni adanya antusias narapidana dalam mengikuti program pembinaan ini. Sehingga program yang ada ini akan tetap berlangsung meskipun banyak faktor penghambatnya. Selain itu adanya bakat dan potensi yang sebelumnya sudah dimiliki oleh beberapa narapidana yang dapat membantu kelangsungan berjalan nya program pembinaan.
Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari berjalan nya program pembinaan ini ialah fasilitas sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya tersedia dengan baik. Masih adanya beberapa program pembinaan keterampilan kerja yang ruangan nya maupun alat nya digunakan secara bersamaan, alhasil antara petugas, narapidana dan juga peralatan kerja yang digunakan harus berdesakan di satu ruangan.
Opportunities (Peluang)
Peluang yang didapatkan dari program pembinaan ini, apalagi pembinaan keterampilan kerja yakni dapat menjalin mitra dengan pihak ketiga seperti dinas pelatihan kerja, usaha rumahan, pengusaha pembuatan makanan dan instansi terkait lainnya. Mitra kerjasama ini dapat menjadi suatu peluang bagi Lapas untuk mendistribusikan hasil produksi dan juga dapat memenuhi fasilitas sarana prasarana berupa mentor pelatihan kerja untuk membantu mengembangkan materi dan keterampilan kerja narapidana.
Threats (Ancaman)
Ancaman dari adanya pelaksanaan program pembinaan ini yaitu overkapasitas narapidana. Overkapasitas narapidana merupakan suatu masalah sekaligus ancaman bagi narapidana dalam hal proses reintegrasi dan resosialisasi yang dapat diwujudkan melalui kegiatan program pembinaan, yang dimana dengan adanya overkapasitas di Lapas maka pembinaan yang dilakukan tidak berjalan dengan optimal.
*. Dea Himalia Putri adalah salah satu mahasiswi Manajemen Pemasyarakatan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (POLTEKIP) Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten 15119.