Suaraindonesia-news.com – Laut bukan sekadar hamparan air asin yang membentang luas di sekeliling Pulau Kangean. Bagi masyarakat pesisir, laut adalah nadi kehidupan: tempat mereka mencari nafkah, menjaga tradisi, sekaligus menjadi warisan bagi generasi mendatang. Karena itu, setiap aktivitas yang berpotensi merusak ekosistem laut akan selalu memantik penolakan, seperti yang terjadi pada pengusiran kapal survei seismik migas milik PT KEI baru-baru ini.
Pengusiran tersebut tidak lahir dari kekosongan. Ia muncul dari keresahan nelayan Kangean yang merasa bahwa aktivitas survei seismik—yang menggunakan gelombang kejut untuk memetakan potensi cadangan migas di bawah laut—dapat merusak biota laut, mengganggu jalur tangkapan ikan, dan menurunkan hasil tangkapan mereka. Mereka khawatir, jika ekosistem laut rusak, maka masa depan ekonomi dan budaya maritim mereka ikut terancam.
Di sisi lain, pemerintah pusat maupun daerah kerap menegaskan pentingnya eksplorasi migas untuk mendukung ketahanan energi nasional. Namun, penting dicatat bahwa kepentingan nasional tidak boleh mengorbankan hak masyarakat lokal untuk mendapatkan laut yang sehat dan produktif. Prinsip pembangunan berkelanjutan menuntut keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlangsungan ekosistem laut serta kesejahteraan nelayan.
Kasus Kangean ini seharusnya menjadi peringatan bagi para pengambil kebijakan dan perusahaan migas: komunikasi yang minim dan pendekatan yang kurang sensitif terhadap kondisi sosial-ekologis hanya akan memicu konflik. Nelayan bukanlah pihak yang menolak pembangunan secara membabi buta; mereka hanya menolak bila pembangunan mengancam sumber penghidupan mereka. Oleh karena itu, dialog terbuka yang melibatkan nelayan, pemerintah daerah, lembaga lingkungan, serta pihak perusahaan menjadi langkah awal yang harus segera ditempuh.
Selain itu, perlu ada jaminan transparansi mengenai dampak lingkungan dari aktivitas seismik. Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan hasil pemantauan independen harus dipublikasikan dengan jelas agar masyarakat memperoleh kepastian bahwa laut mereka tidak akan rusak demi eksplorasi energi.
Kangean telah menunjukkan bahwa suara nelayan tidak boleh dipandang sebelah mata. Konflik yang timbul mestinya menjadi momentum untuk membangun pola pembangunan energi yang lebih adil, transparan, dan menghormati ekosistem lokal. Demi laut Pulau Kangean yang tetap lestari dan demi masa depan nelayan yang sejahtera, semua pihak harus menahan diri dari sikap saling menyalahkan, dan mulai membuka ruang bagi dialog serta solusi bersama.
Laut bukan milik satu pihak; laut adalah warisan bersama. Jangan sampai demi energi, kita kehilangan sumber kehidupan yang jauh lebih luas nilainya.