ACEH UTARA, Jumat (09/05) suaraindonesia-news.com – Meskipun telah dilayangkan surat ultimatum dari Pemerintah Aceh terkait relaksasi dan penangguhan pemilihan Geuchik di Aceh. Namun, beberapa kepala daerah di tingkat Kabupaten – Kota telah melanggarnya. Seperti di Aceh Utara akibat dari desakan pihak pemerintahan kecamatan, pemilihan Geuchik tetap dilanjutkan kendatipun sudah dilarang.
Polemik penerapan UU No 3 Aceh menjadi sorotan dan menjadi masalah yang berkepanjangan sejak keluarnya UU No 3 Tahun 2024 lalu. Katanya, beberapa poin penting yang mengatur tentang jabatan pemerintah di desa dalam UU tersebut menjadi kontradiktif dengan implementasi UU No 11 Tahun 2015 tentang pemerintah Aceh.
Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh meminta kejelasan pemerintah atas implementasi UU terkait. Mereka berharap, UU yang mengatur tentang desa itu disetara secara Nasional sebagaimana mana surat Edaran Khusus Kementerian Dalam Negeri yang menegaskan Aceh akan diberlakukan sama secara nasional beberapa waktu lalu. Tak hanya sekali, bahkan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menegaskan hal tersebut dua kali termasuk menjawab surat Pj. Gubernur Aceh pada permulaan tahun 2025.
Atas lambannya respon pemerintah Daerah dan adanya upaya mendiskriminasi penerapan UU No 3 Tahun 2024 di Aceh. APDESI Aceh meradang dan melakukan unjuk rasa bahkan hingga memeja hijaukan kasus tersebut untuk meminta di Judical Reviewkan poin-poin penting yang termuat dalam Pasal 115 UU No 11 Tahun 2015 ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Persatuan Geuchik se Aceh mengukuhkan Koordinator Geuchik/Datok/Reje atau nama lainya seluruh Kabupaten/Kota guna mengajukan JR. Melalui kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Resmi mendaftarkan Judical Review (JR) ke Meja MK dengan nomor perkara 40/PUU-XXIII/2025.
Pun demikian, APDESI Aceh Utara menegaskan bahwa hingga gugatan JR tersebut didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Aceh belum sepenuhnya merespon hal tersebut. Hingga akhirnya atas dasar desak yang dilakukan APDESI pada tanggal 22 April 2025 Plt. Sekda Aceh mengeluarkan Ultimatum melalui surat nomor 400.10/4007 itu tentang “relaksasi waktu pelaksanaan Pilchiksung terhadap Geuchik yang berakhir masa jabatan pada Februari 2024 hingga Desember 2025 sampai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan Geuchik di Aceh”
“Kami telah mendesak surat penundaan tersebut, hingga akhirnya dikeluarkan. Namun pihak Pemerintah Kabupaten Kota masih mengintruksikan Pilchiksung di kecamatan-kecamatan,” kata Ketua APDES Aceh Utara yang juga bendahara umum APDESI Aceh, Agusri.
Tak hanya itu, APDESI juga mendesak kepala daerah baik Bupati maupun Walikota untuk segera peneruskan surat Sekda Aceh.
“Sekda Aceh Utara baru mengeluarkan surat tersebut pada tanggal 22 April 2025. Surat itu merupakan Ultimatum penundaan Pilchiksung selama gugatan JR ke Mahkamah Konstitusi. Namun, pada faktanya terdapat beberapa desa di Aceh Utara tetap melanjutkan pemilihan atas perintah Camat,” lanjutnya.
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah merilis sedikitnya 19 desa yang masuk berkas masuk verifikasi, 11 diantaranya lulus verikasi yang dimaksud pada 14 April 2025. Akan tetapi diantara desa-desa tersebut terdapat desa-desa yang masuk ke dalam daftar penundaan Pilchiksung sesuai dengan ultimatum Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Kota.
Menurut ketua APDESI Aceh Utara, Agusri pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah akan berakibat fatal dan dapat memicu konflik internal ditingkat desa. Ia mengatakan dimata salah satu calon Geuchik terpilih secara sah terpilih dalam pemilihan umum, sementara jika saja MK mengabulkan gugatan tersebut maka secara otomatisnya Geuchik yang sempat purna tugas akan kembali dikukuhan sebagaimana UU yang berlaku.
“Ini berpotensi konflik ditengah-tengah Masyarakat, seharusnya para Camat tidak mendesak pelaksanaan Pilchiksung ini. Mereka harus menghormati Keputusan hukum, dan kita juga sempat menerima informasi ada bacalon Geuchik yang mengurungkan niatnya maju ke Calon Geuchik dan meminta biaya pendaftarannya dikembalikan. Selanjutnya, penyelenggaraan Pilchiksung juga menggunakan anggaran negara,” lanjut Agusri.