SUMENEP, Kamis (20/02) suaraindonesia-news.com – Achmad Zaini (28) merasa kecewa dengan keputusan penyidik Polres Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang menolak menerapkan Pasal 279 KUHP dalam laporannya terkait kasus pernikahan siri yang dilakukan oleh istrinya.
Zaini, yang masih terikat pernikahan sah dengan istrinya, Makkiyah, melaporkan bahwa pasangannya menikah lagi tanpa persetujuannya. Namun, penyidik justru mengubah pasal yang diajukan dari Pasal 279 KUHP ke Pasal 284 KUHP, yang mengatur tentang perzinaan.
“Penyidik mengatakan bahwa untuk menerapkan Pasal 279 KUHP, harus ada bukti surat nikah dari pernikahan siri istri saya. Ini tidak masuk akal karena kami masih tercatat sebagai suami-istri yang sah di Pengadilan Agama,” ujar Zaini kepada wartawan, Kamis (20/02/25).
Zaini mengaku sempat dihubungi oleh penyidik Polres Sumenep untuk menandatangani pelimpahan berkas kasus (P19) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Namun, ia menolak karena pasal yang diajukannya tidak diakomodasi.
“Saya tidak mau menandatangani karena pasal yang saya ajukan, yaitu Pasal 279 KUHP, tidak diterima. Pasal itu jelas menyatakan bahwa pernikahan siri dengan orang yang masih terikat pernikahan sah dapat dihukum penjara maksimal 5 tahun,” tegasnya.
Sementara itu, dari pihak penyidik polres Sumenep, Bripda Abinaya Rafatani, menjelaskan bahwa untuk menerapkan Pasal 279 KUHP, diperlukan bukti surat nikah dari pernikahan siri yang dilakukan oleh Makkiyah.
“Kalau ingin memasukkan Pasal 279 KUHP, harus ada bukti surat nikah. Tanpa itu, kami tidak bisa memprosesnya,” kata Rafatani melalui pesan WhatsApp.
Dilanjutkan dengan Plt. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengaku belum mengetahui secara detail laporan yang dimaksud.
“Kirim laporannya, saya cek dulu. Kasus ini sudah naik ke tingkat penyidikan,” ujar Widiarti singkat saat diwawancarai via WhatsApp.
Lebih lanjut, Zaini merasa dirugikan dengan perubahan pasal dari Pasal 279 KUHP ke Pasal 284 KUHP, yang mengatur tentang perzinaan.
“Pasal 284 KUHP hanya mengatur persetubuhan di luar nikah, sementara yang saya laporkan adalah pernikahan siri yang dilakukan istri saya. Ini jelas berbeda,” ujarnya.
Menurut Zaini, perubahan pasal ini mengurangi bobot laporan yang diajukan. Pasal 284 KUHP hanya mengancam hukuman maksimal 9 bulan penjara, sementara Pasal 279 KUHP bisa menjerat pelaku dengan hukuman hingga 5 tahun penjara.
Zaini juga menyoroti kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Ia menyebut bahwa penyidik tidak memanggil penghulu yang menikahkan istrinya dengan pria lain.
“Penyidik bilang, penghulu tidak dipanggil karena tidak masuk dalam Pasal 279. Padahal, penghulu ini saksi penting dalam kasus ini,” ujarnya.
Berdasarkan Pasal 279 Ayat 1 KUHP, siapa pun yang telah menikah secara sah lalu menikah lagi, baik secara resmi maupun siri, dapat dikenai hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.
Dalam kasus seperti ini, suami atau istri yang merasa dirugikan berhak melaporkan pasangannya ke polisi dengan menunjukkan bukti pernikahan yang sah, seperti buku nikah.
Seorang advokat, Pengacara Toni, menjelaskan bahwa selama unsur-unsur dalam Pasal 279 Ayat 1 KUHP dapat dibuktikan, pernikahan siri yang dilakukan oleh seseorang yang masih memiliki ikatan pernikahan sah tetap bisa dijerat pidana.
“Jadi, suami atau istri yang dirugikan dapat melaporkan ke polisi,” jelas Toni dalam kanal YouTube-nya, seperti dikutip awak media.
Dengan adanya aturan tersebut, masyarakat diharapkan lebih memahami konsekuensi hukum dari pernikahan siri, terutama bagi mereka yang masih terikat dalam pernikahan sah menurut hukum negara.