Mengelola Landskap Bersama: Belajar dari Dusun Sembilang Sumatera Selatan

oleh -170 views

Reporter: Iran G Hasibuan

Bogor, Jumat (30/12/2016) suaraindonesia-news.com – Public Sector Manager, Zoological Society of London/ZSL Bogor, Hari Priyadi dan tim belajar untuk mengelola lanskap dari Dusun Sembilan Sumatra Selatan

Menurutnya, ia dan tim beberapa waktu yang lalu melakukan kunjungan lapang ke Dusun Sembilang Sumatera Selatan. Dari Kota Palembang menuju Desa sungsang menempuh perjalanan sekitar 2 jam dengan memakai kendaraan roda dua.

Ditambahkan Hari, dari pelabuhan di sana, dirinya beserta tim melanjutkan perjalanan dengan memakai speedboat yang dapat bermuatan sekitar lima orang.

Dikatakan Hari, setelah menikmati perjalanan yang penuh dengan belaian ombak selama 2 jam sampailah mereka ke sebuah bagan di pantai yang tak jauh dari Dusun Sembilang.

Disana dirinya dan tim menemui nelayan yang saat itu naik ke bagan. Salah satu nelayan yang bernama syamsudin (27) mengatakan kepada tim bahwa beberapa tahun ini, sulit mencari kayu-kayu untuk membuat bagan.

Menurut Syamsudin salah satu dari sekian banyak nelayan yang ada di pantai tersebut, arti bagan adalah gubuk-gubuk nelayan yang berada di pantai bagi para nelayan yang dipergunakan untuk mengumpulkan ikan.

“Kalau kami ingin mendapatkan kayu, saya harus membeli dari orang yang bisa pergi ke hutan-hutan di kawasan lindung,” ujar syamsudin.

Adapun bagan yang terdapat di pantai itu berkisar sepuluh yang tersebar berjarak beberapa kilometer dari daratan Dusun Sembilang.

“Adapun jenis jenis yang mereka tangkap adalah ikan, udang dan kepiting yang masih banyak terdapat di sana,dan hasil dari tangkapan yang mereka kumpulkan diantaranya ikan bawal laut (Colossoma sp), sotong (Sepiida sp), kepiting bakau (Scylla sp), ikan teri (Stolephorus sp),” imbuhnya.

Syamsudin biasanya tinggal selama sebulan di dalam bagan, ditemani oleh dua atau tiga pembantu nelayan yang terdiri dari dua anak putus sekolah usia 14 dan 15 tahun. Setiap pagi, dia akan membawa hasil tangkapan untuk dijual di pengepul ikan di Dusun Sembilang. Sambil membawa uang hasil penjualan, dia sekalian belanja keperluan makanan dan logistik kembali ke bagannya. Akhir bulan, ia dan anak buahnya kembali ke rumahnya yang terletak di Desa Sungsang. Dalam sebulan dia bisa membawa pulang penghasilan Rp 10-15 juta.

“Saya berpesan kepada Udin agar mengambil ikan-ikan yang memang sudah cukup ukurannya untuk dijual dan tidak mengambil ikan-ikan yang dilindungi seperti: penyu, napoleon, hiu martil, hiu koboi, bambu laut, pari manta, hiu paus, kuda laut, banggai cardinal fish, kima, lola dan duyung,” imbuhnya.

Pencurian kayu dan perburuan ilegal

Untuk membuat satu bagan, mereka memerlukan beberapa kubik material bangunan sepeti kayu bakau (Rhizopora sp) sebagai dasar pijakan, kayu nibung (Oncosperma sp) sebagai tajak/pondasi dan atap-atap dari nipah (Nypa sp). Semuanya itu tersedia di dalam kawasan Taman Nasional Sembilang dan sekitarnya. Bila mereka memerlukan material bangunan tersebut, bisa beli dari penebang kayu liar.

Di hutan sekitar Dusun Sembilang beberap tahun silam memang sebagai tempat berkumpulnya cukong-cukong pencuri kayu dari kawasan lindung/negara. Para pencuri tersebut mengambil kayu dari dalam kawasan Taman Nasional dan menjualnya kepada cukong-cukong yang membawa hasil jarahan ke berbagai kota di Sumatera dan Jawa. Oleh karena itu penting untuk menjaga Taman Nasional tersebut dari penjarah kayu, apalagi disana merupakan habitat harimau (Panthera tigris sumatrae) yang sangat dilindungi. Upaya-upaya untuk melakukan pengawasan areal sangat perlu dilakukan secara ketat, agar pencurian dan perburuan harimau dapat dihilangkan. Perlu kerjasama yang terjalin baik antara masyarakat, pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi menjaga sumberdaya alam yang tersisa buat generasi yang akan datang.

Manusia, laut, hutan bakau dan daratan serta apa yang ada di dalamnya merupakan bagian dari landskap. Lanskap itu sendiri adalah suatu sistem yang menyeluruh yang di dalamnya ada hubungan antara komponen biotik dan abiotik, termasuk komponen pengaruh manusia. Mengelola landskap perlu dilakukan bersama dan didukung komitmen yang kuat agar tercapai pengelolaan sumberdaya alam secara lestari.

“Ini merupakan komitmen dari kegiatan Kemitraan Pengelolaan Landskap Sembilang Dangku (Kelola Sendang) yang digagas oleh Zoological Society of London bersama konsorsiumnya atas dukungan dari pemerintah Inggiris dan Norwegia bersama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,” imbuhnya.

Ditambahkan Hari, bahwa Pak Syamsudin sebagai nelayan merupakan salah satu aktor yang juga menentukan dalam mengelola landskap apabila kita dapat meningkatkan kesadartahuannya dalam menangkap hasil laut serta memanfaatkan sumberdaya alam lain di sekitarnya agar tetap lestari pungkas Hari Priyadi yang getol melaksanakan Gerakan Tanam Pohon (GTP) ini.

Tinggalkan Balasan